Dalam SE ini juga diterangkan alasan dibuat addendum tersebut. Menurut SE Satgas, addendum dibuat guna mengantisipasi peningkatan pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus COVID-19 antardaerah, pada masa sebelum dan sesudah periode larangan mudik.
“Berdasarkan hasil Survei Pasca Penetapan Peniadaan Mudik Selama Masa Lebaran 2021 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, ditemukan bahwa masih ada sekelompok masyarakat yang hendak pergi mudik pada rentang waktu H-7 dan H+7 pemberlakuan peraturan peniadaan mudik Idul Fitri,” tulis SE itu lagi.
Ilustrasi PPKM mikro (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
Sebagai informasi, pemerintah sebelumnya telah memutuskan meniadakan aktivitas mudik Hari Raya Idul Fitri 2021. Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
“Sesuai arahan Bapak Presiden dan hasil koordinasi rapat tingkat menteri yang diselenggarakan 23 Maret 2021 di kantor Kemenko PMK, maka ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan,” kata Muhadjir dalam keterangan pers yang disiarkan secara langsung di channel Kemenko PMK, Jumat (26/3/2021).
Larangan mudik itu berlaku untuk seluruh ASN, Polri, BUMN, karyawan swasta, pekerja mandiri hingga seluruh masyarakat. Muhadjir juga mengatakan, larangan mudik dilakukan mulai 6 Mei 2021 hingga 17 Mei 2021.
“Larangan mudik akan dimulai pada 6 Mei-17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah hari dan tanggal itu diimbau kepada masyarakat tidak melakukan pergerakan atau kegiatan keluar daerah kecuali dalam keadaan mendesak dan perlu,” kata Muhadjir.
Adanya keputusan larangan mudik 2021 ini lantaran kasus COVID-19 yang masih tinggi di Indonesia dan karena adanya program vaksinasi yang sedang dilakukan pemerintah saat ini.
“Sehingga upaya vaksinasi yang dilakukan bisa menghasilkan kondisi kesehatan yang semaksimal mungkin,” katanya.
3. Jokowi: Jika mudik tak dilarang, kasus COVID-19 per hari bisa 140 ribu
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menjelaskan kembali alasan pemerintah mengeluarkan keputusan larangan mudik Lebaran 2021. Jokowi mengatakan, larangan itu dikeluarkan pemerintah agar tidak ada lonjakan kasus COVID-19.
Menurut Jokowi, bila pemerintah tidak melarang kegiatan mudik tahun ini, maka kemungkinan lonjakan kasus virus corona bisa mencapai 140 ribu per hari.
“Kalau mudik tidak dilarang, hitung-hitungan kami bakal ada lonjakan angka menjadi 120 ribu hingga 140 ribu kasus COVID-19 per hari. Jadi memang harus kita tekan terus,” kata Jokowi seperti dikutip dari ANTARA, Rabu (21/4/2021).
Jokowi menegaskan, larangan mudik penting demi mencegah lonjakan kasus seperti yang terjadi pada Januari-Februari 2021 lalu. Belajar dari pengalaman sebelumnya, lanjut dia, peningkatan mobilitas masyarakat di masa libur telah menyebabkan terjadinya peningkatan angka kasus harian COVID-19.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mencatat, pada libur Idul Fitri 22-25 Mei tahun lalu, rata-rata kasus positif naik sebesar 68 hingga 93 persen. Kemudian masa libur Tahun Baru Islam pada 20-23 Agustus 2020, rata-rata kasus positif naik sebesar 58-119 persen.
Sementara pada libur memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW pada 28 Oktober-1 November 2020, juga telah meningkatkan angkanya sebesar 37-95 persen.
Jokowi mengatakan, larangan mudik harus disampaikan terus-menerus. Sebab, menurut dia, masih ada 11 persen atau 17 juta orang yang ingin mudik.
“Ini (larangan mudik) diperlukan karena menurut survei yang kita lakukan, ada 11 persen masyarakat yang masih berkeinginan untuk mudik tahun ini,” jelas Presiden.