KRI Nanggala 402 Ditemukan, Kemungkinan Kru Ada Yang Selamat
April 24, 2021
Brigpol Fathoni dipecat, Ini Rentetan Kasusnya
April 13, 2021
Wanita Cantik Bersuami Diperkosa di Mobil Travel
April 13, 2021
Kisah seorang wanita cantik yang menjadi budak ISIS dan berhasil melarikan diri dari cengkraman ISIS
Dikabarkan Seorang anak kecil Nadia Murad (24) bermimpi ingin memiliki salon kecantikan. Dia adalah anak bungsu dari 11 bersaudara dalam keluarga Yazidi di barat laut Irak. Dia suka memperhatikan para pengantin di desa kecilnya, mempelajari tata rias dan rambut mereka. Favoritnya adalah perempuan berambut cokelat dengan rambut ikal bertumpuk tinggi di atas kepalanya.
Akan tetapi kisah ini berawal setelah ISIS mengambil alih desanya pada Agustus 2014, mimpi itu sirna. Murad ditangkap, diperbudak, dijual, diperkosa, dan disiksa bersama ribuan orang dari desanya dalam upaya untuk menghancurkan agama mereka.
Pihak ISIS tidak sepenuhnya berhasil. Murad berhasil melarikan diri dan sekarang menjadi nominasi Hadiah Nobel Perdamaian yang memperjuangkan kebebasan dan keadilan bagi rakyatnya.
Buku barunya, The Last Girl: My Story of Captivity and My Fight Against the Islamic State, bercerita tentang bagaimana dia dan keluarganya hidup damai di komunitas pertanian Kocho, dekat perbatasan Suriah, ketika ISIS pertama kali naik ke tampuk kekuasaan.
Tiga tahun lalu, pada 14 Agustus, setelah pengepungan selama dua minggu, ISIS memerintahkan seluruh penduduk Kocho ke halaman sekolah, di mana mereka bertanya kepada pemimpin setempat apakah penduduk desa akan masuk Islam.
Yazidisme adalah salah satu agama tertua di Mesopotamia, yang berusia 6.000 tahun, dan memiliki elemen yang sama dengan banyak agama di Timur Tengah: Zoroastrianisme, Islam, Yudaisme. Penganut Yazidisme tidak percaya neraka atau setan dan berdoa kepada malaikat yang jatuh, yang mereka sebut Tawusi Melek, yang turun ke bumi dan menantang Tuhan, namun diampuni dan kembali ke surga. Keyakinan ini telah memberi orang Yazidi reputasi di antara Muslim radikal sebagai pemuja setan. Akibatnya, pengikut agama itu, yang tidak memiliki kitab suci resmi, sering menjadi sasaran genosida.
Pemimpin setempat mengatakan kepada komandan ISIS bahwa mereka tidak akan pernah pindah agama. Para pria di desa itu kemudian dinaikkan ke truk dan dibawa ke suatu tempat di mana mereka diperintahkan untuk menggali kuburan dangkal dan dieksekusi. Para perempuan, yang masih berada di halaman sekolah, bisa mendengar suara tembakan saat para pria dieksekusi. Perempuan yang lebih tua dan anak-anak dipisahkan dari perempuan yang lebih muda. Murad direnggut dari ibunya, yang tidak pernah dia lihat lagi setelah itu.
Dalam perjalanan ke luar kota, Murad, yang saat itu berusia 21 tahun, berteriak saat salah satu tentara meraih dadanya di dalam bus. “Kenapa kau berteriak?” seorang militan lain bertanya pada Murad.
“Saya takut,” katanya. “Orang ini… menyentuh saya.”
“Menurutmu untuk apa kau di sini?” tanya komandan.
“Kau adalah seorang kafir, seorang sabiyya(budak seks) dan kau termasuk dalam ISIS sekarang, jadi biasakanlah.” Kemudian dia meludahi wajahnya, menyulutkan rokok ke bahu dan perutnya. Kemudian dia menampar wajahnya dua kali dan memperingatkan, “Jangan pernah bersuara lagi.”
Dalam ruangan yang gelap dan penuh sesak di rumah tempat dia dan perempuan lain ditahan, Murad bertanya-tanya tentang nasib yang menunggunya. Salah satu perempuan yang telah berada di sana lebih lama menyuruhnya untuk mencari noda di dinding kamar mandi tempat orang lain mencoba bunuh diri daripada dijual sebagai budak.
“Kau bisa melihat darah di dinding di mana petugas bersih-bersih tidak menyadarinya,” kata perempuan itu padanya.
“Noda kecil berwarna coklat kemerahan di atas ubin adalah sisa-sisa dari beberapa gadis Yazidi yang datang sebelum saya,” tulis Murad.
Dia belum pernah mendengar tentang ISIS sebelum mereka datang ke desanya dan tidak tahu bahwa kelompok tersebut telah merencanakan nasibnya sejak lama. “Menyerang Kocho dan mengambil gadis-gadisnya untuk dijadikan budak seks bukanlah keputusan yang spontan,” tulisnya.
“ISIS merencanakan semuanya: bagaimana mereka akan datang ke rumah kami, apa yang membuat seorang gadis lebih atau kurang berharga, militan mana yang pantas mendapatkan sabiyya sebagai insentif dan mana yang harus membayar.”
Dia memparafrasekan pamflet ISIS yang menyatakan, “Sabiyya dapat diberikan sebagai hadiah dan dijual atas keinginan pemiliknya, karena itu hanyalah properti.” Murad menulis: “Seorang pemilik dapat berhubungan seks dengan budak praremaja, katanya, jika dia ‘cocok untuk berhubungan badan’.”
Duduk di sebuah rumah yang dikelilingi oleh pria bersenjata, perempuan muda itu berpikir untuk bunuh diri. Namun, dia membuat perjanjian dengan dua kakak perempuannya, Dimal dan Adke. “Kami akan… mengambil kesempatan pertama untuk melarikan diri,” tulisnya.
Ketika seorang pria bertubuh besar memilih Murad sebagai budaknya, dia berteriak dan mencoba menarik diri.
“Matanya terbenam jauh ke dalam daging di wajahnya yang lebar… Dia tidak terlihat seperti laki-laki, dia tampak seperti monster.” Ketika dia melihat pria yang lebih kurus, dia memintanya untuk membawanya, berharap ukuran kecilnya bisa menyelamatkannya. “Dia milikku,” kata pria kurus itu pada pria yang lebih besar.
Murad kemudian resmi terdaftar sebagai budak, lengkap dengan foto identitas yang akan disebarkan di antara para militan jika dia melarikan diri, dan dibawa ke rumah pemilik barunya, hakim ISIS berpangkat tinggi bernama Hajji Salman.
“Kau sabiyya keempatku,” katanya. “Tiga lainnya adalah Muslim sekarang. Saya melakukan itu untuk mereka. Yazidi adalah kafir, itulah mengapa kami melakukan ini. Ini untuk membantumu.”
Hajji Salman menyuruhnya untuk mandi, mengenakan gaun selutut (jauh lebih pendek daripada pakaian normalnya) dan menggunakan krim penghilang rambut di seluruh tubuhnya.
“Dia memukul saya ketika dia tidak senang dengan cara saya membersihkan rumah, ketika dia marah karena suatu hal, dan ketika saya menangis atau menutup mata saat dia memperkosa saya,” tulisnya.
Dia selalu memperingatkannya, “Jika kau mencoba (untuk melarikan diri), kau akan menyesalinya, saya jamin. Hukumannya tidak akan baik.”
Meski demikian, dia tetap mencoba melarikan diri. Dia mengenakan abaya, jubah seperti penutup yang dikenakan perempuan Muslim yang taat, dan merangkak keluar jendela. Namun ada penjaga yang melihatnya. Haji Salman dipanggil, dan dia mencambuk tubuh telanjang Murad dan kemudian membiarkan enam penjaga memperkosanya sampai dia tidak sadarkan diri.
Selama seminggu berikutnya, dia diserahkan kepada enam pria lain yang memperkosa dan memukulinya, sebelum diberikan kepada orang yang berencana membawanya ke Suriah. Saat orang itu pergi untuk membelikannya pakaian, dia mencoba mendobrak pintu depan. Namun pintu itu tidak bergeming. Murad kemudian mendorong pintu itu untuk terakhir kalinya dan “hampir jatuh saat pintu terayun terbuka.” Orang itu, karena alasan yang tidak diketahui, membiarkan pintu itu tidak terkunci.
Mengenakan abaya, dengan wajah tertutup seperti perempuan Muslim lainnya, dia berjalan menjauh dan tidak menghentikan langkahnya. Dia berjalan sepanjang malam. Ketika dia tiba di pinggiran kota, bagian yang lebih miskin, dia merasa sedikit lebih tenang.
“Jika ada Sunni di Mosul yang mau membantu saya, kemungkinan besar itu adalah Sunni yang malang, mungkin keluarga yang tetap tinggal hanya karena mereka tidak punya uang untuk pergi,” dia beralasan. Dia melihat rumah yang samar-samar terlihat seperti rumahnya di Kocho dan mengetuk pintunya.
“Saya mohon, bantu saya,” katanya, tidak tahu apakah dia telah diselamatkan atau akan dihancurkan.
Salah satu pria menariknya ke dalam rumah. “Lebih aman di sini,” katanya. “Kau tidak boleh membicarakan hal-hal seperti itu di luar.”
Klan tersebut, yang membenci ISIS, membiarkannya tinggal bersama mereka selama beberapa hari sementara mereka mempersiapkan sebuah rencana: Salah satu putranya, Nasser, akan membawanya keluar dari wilayah ISIS; jika ada yang bertanya, dia akan berpura-pura menjadi suaminya. Rencananya berhasil. Menggunakan identitas palsu dan cerita palsu tentang mengunjungi keluarga di Irak yang dikuasai Kurdi, Murad dan Nasser berhasil melewati banyak pos pemeriksaan sampai dia bertemu kembali dengan dua saudara laki-lakinya di kamp pengungsi.
Perjuangan Murad belum berakhir. Di kamp pengungsi, Murad menceritakan kisahnya kepada beberapa wartawan. Ketika kelompok advokasi Yazidi sedang mencari pengungsi untuk menceritakan kisahnya kepada Dewan Keamanan PBB, dia bertanya kepada Murad dan dia setuju.
Lebih dari setahun kemudian dia diterbangkan melintasi Samudra Atlantik untuk pertama kalinya dan mendarat di New York, di mana dia berpidato di hadapan PBB. Bersikap tenang di depan kerumunan pemimpin dunia, dia berkata: “Kalianlah yang memutuskan apakah gadis lain, seperti saya, di belahan dunia yang berbeda, akan dapat menjalani hidup sederhana atau akan dipaksa untuk hidup dalam penderitaan dan perbudakan.”
Itu adalah titik balik. Pengacara kemanusiaan Amal Clooney sekarang mewakili Murad dan korban Yazidi lainnya di hadapan PBB. Pada Agustus, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi untuk menunjuk penyelidik independen untuk mengumpulkan bukti kejahatan ISIS, langkah pertama untuk meminta pertanggungjawaban kelompok tersebut atas eksekusi massal.
Lebih dari 3.000 perempuan dan anak-anak masih diperbudak dan 300.000 orang Yazidi mengungsi. Murad sekarang tinggal di kota dekat Stuttgart, Jerman, melalui program yang melibatkan 1.100 pengungsi Yazidi pada 2015. Pada September 2016, Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan menunjuknya sebagai duta untuk para korban perdagangan manusia. Dia juga dinominasikan untuk mendapatkan Nobel dan dinobatkan sebagai salah satu orang paling berpengaruh di majalah Time pada 2016. (Kedua saudara perempuannya juga akhirnya dibebaskan dari ISIS; Dimal (33) tinggal bersama Murad di Jerman, sementara Adke (30) berada di kamp pengungsi Kurdistan).
Sekarang Murad berharap bukunya akan menjangkau khalayak yang lebih luas daripada pidatonya di depan PBB. Sebagian dari hasil penjualan buku itu akan digunakan untuk mendukung para penyintas dan membawa ISIS ke pengadilan.
“Saya pikir ada alasan mengapa Tuhan membantu saya melarikan diri… dan saya tidak menyia-nyiakan kebebasan saya,” tulisnya.
“Para teroris tidak akan mengira ada gadis Yazidi memiliki keberanian untuk memberitahu dunia setiap detil dari apa yang mereka lakukan pada kami. Kami menentang mereka dengan tidak membiarkan kejahatan mereka lolos tanpa hukuman. Setiap kali saya menceritakan kisah saya, saya merasa saya mengambil kekuatan dari para teroris.”
Penerjemah: Nur Hidayati
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Nadia Murad, mantan budak ISIS yang berhasil melarikan diri. (Foto: The Jakpost)
Kisah Budak Seks ISIS yang Berhasil Melarikan Diri
Related Items:Budak Seks ISIS, Irak, ISIS, ISIS di Irak, Komunitas Yazidi