Serangga dengan Wana yang unik dan indah serta mempunya Nama yang sangat lucu untuk seekor serangga. Tapi kenyataan ternyata tidak selucu nama dan bentuk serangga ini. Acil bercerita, dulu dia sering sekali menjumpai bapak pucung di kebun sekitar rumah. Namun sekarang, dia sudah sangat jarang melihat si bapak pucung atau dunia ilmu pengetahuan barat menyebutnya red cotton bugs ini. Acil saja yang nyaris setiap hari bergelut dengan kebun jarang melihatnya, bagaimana orang-orang yang setiap hari hanya berkecimpung dengan keyboard dan layar laptop?
Belum lama, Acil juga sempat melihat seekor bapak pucung, tapi tidak di dedaunan seperti biasanya, melainkan di tembok sebuah bangunan. “Kasihan kemarin lihat bapak pucung merembet-merembet (merayap) di tembok semen. Kesasar apa ya, enggak nemu tanaman kapas?” kata dia sekaligus memberi tahu kalau bapak pucung paling suka hinggap di pohon kapas.
Rusaknya Habitat Alami
Pakar Serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Damayanti Buchori mengatakan bahwa bapak pucung memang sudah sangat langka. “Kalau langka sudah pasti ya,” ujarnya ketika dihubungi, kemarin.
Faktor utama yang membuat si bapak pucung semakin berkurang tidak lain adalah semakin sedikit dan rusak habitat aslinya. Hutan berubah menjadi lahan pertanian, dan lahan pertanian kembali dialihfungsikan menjadi dunia industri dan perumahan. Sehingga secara umum berkurangnya bapak pucung di alam diakibatkan karena perubahan tataguna lahan.
“Selain itu penggunaan pestisida juga bisa membunuh serangga-serangga ini,” jelasnya.
Persebaran bapak pucung sebenarnya cukup luas. Dia bisa hidup di mana saja, di lahan pertanian, lapangan terbuka, hingga hutan. Tapi jika sudah diserang dengan pestisida, sudah pasti dia akan mati juga. “Dulu di Kebun Raya cukup banyak, tapi sekarang sulit ditemukan,” kata Damy, sapaan Damayanti.
Bisa Bercinta Selama 7 Hari
Umumnya, bapak pucung akan kawin di bulan-bulan ini, April dan Mei. Menariknya, bapak pucung bisa bercinta dalam waktu yang sangat lama, hingga berjam-jam bahkan berhari-hari. “Bisa 12 jam sampai 7 hari, jadi mirip capung sih,” kata Damy.
Setelah bapak pucung jantan mentransfer sperma, dia tidak akan langsung meninggalkan sang betina. Hal ini merupakan bentuk perlindungan kepada si betina supaya tidak ada pejantan lain yang mengawininya selama masa bertelur.
“Dia akan menjaga supaya betinanya tidak kawin dengan pejantan lain selama dia sedang dalam masa bertelur,” jelasnya.
Dalam dunia pertanian, bapak pucung lebih banyak dikenal sebagai hama yang akan memangsa tanaman para petani. Namun yang perlu dipahami menurut Damy, jenis bapak pucung ada beberapa macam, dan tidak semua adalah hama.
Ada bapak pucung yang berjenis herbifora, yakni memakan tumbuhan, ada juga yang jenisnya predator. Bapak pucung yang jenis herbifora inilah yang biasanya menjadi hama tanaman petani. Tapi bagi bapak pucung jenis predator dan pemakan yang busuk-busuk ternyata justru bisa memberikan manfaat bagi dunia pertanian.
“Bagi yang predator dia penting bagi petani karena bisa menyerang hama-hama ulat,” jelas Damy.
Karena ternyata ada jenis bapak pucung yang bisa bermanfaat juga bagi petani, Damy mengatakan harus pintar-pintar melakukan identifikasi terhadap serangga ini. Bapak pucung predator yang berperan untuk memangsa ulat lebih rentan untuk punah, sementara yang jenis herbifora lebih sukar punah selama tanaman inangnya masih ada.
Lalu bagaimana supaya si bapak pucung ini bisa tetap bertahan bahkan lestari? Jawabannya tentu saja dengan memperbaiki habitat alaminya atau setidaknya menekan alih fungsi lahan. “Dan tentunya untuk dunia pertanian sebisa mungkin mengurangi atau bahkan tidak lagi menggunakan pestisida kimia yang tidak hanya akan memusnahkan hama, tapi juga serangga-serangga lain yang punya peran penting untuk lingkungan,” ujar Damy.